Sawah Mati, Durian Bangkitkan Desa, 90 Persen Warga Rogoselo Pekalongan Hidup dari Buah Berduri



KFM PEKALONGAN, KAJEN – Di saat sawah tak lagi mampu menopang kehidupan, warga Desa Rogoselo, Kecamatan Doro, Kabupaten Pekalongan justru menemukan harapan dari buah berduri. Durian kini bukan sekadar buah musiman, melainkan tulang punggung ekonomi desa.

Hampir 90 persen warga Rogoselo menggantungkan penghasilan dari durian. Dari kebun milik warga hingga lapak penjualan di pinggir desa, denyut ekonomi bergerak mengikuti musim panen buah yang dikenal beraroma tajam ini.

Peralihan besar-besaran ke durian berawal dari rusaknya jaringan irigasi yang membuat pertanian sawah tidak lagi produktif. Sengon yang sempat menjadi andalan warga pun pernah jatuh harga. Dalam kondisi itulah, durian dipilih sebagai tanaman pengganti yang dinilai lebih adaptif dan memiliki nilai ekonomi tinggi.

Baca juga: Indonesia Sudah Surplus Beras, Menko Pangan Umumkan Target Baru: Swasembada Protein 2026

"Air sudah tidak mencukupi untuk pertanian. Daripada lahan tidak produktif, warga akhirnya menanam durian," tutur Kepala Desa Rogoselo, Saronto, yang juga dikenal sebagai petani durian.

Menurut Saronto, durian lokal Rogoselo memiliki keunggulan tersendiri yang membuatnya tetap diburu pembeli. Setiap pohon menyimpan karakter rasa berbeda, mulai dari manis, manis pahit, hingga gurih atau nyanten.

"Durian lokal itu unik. Setiap pohon rasanya berbeda. Ada yang manis, manis pahit, sampai rasa gurih atau nyanten. Justru itu yang dicari pembeli," ujar Saronto saat ditemui di Kedai Durian Pak Lurah Rogoselo, Kamis (25/12/2025).

Keunikan rasa ini membuat banyak pembeli rela datang langsung ke Rogoselo. Sementara durian premium seperti duri hitam, musang king, bawor, dan matahari menyasar pasar menengah ke atas, dengan harga yang bisa menembus ratusan ribu rupiah per kilogram.

Baca juga: Inflasi Terkendali, Ekonomi Melejit! BI Tegal Dorong Pekalongan Kunci Stabilitas Harga Jelang Akhir Tahun

Namun, musim panen tahun ini belum sepenuhnya berpihak pada petani. Produksi durian menurun drastis akibat faktor cuaca. Hujan yang turun hampir setiap hari setelah masa kemarau menyebabkan banyak bunga rontok sebelum menjadi buah.

"Panen tahun ini bukan panen raya. Produksi hanya sekitar 20 persen dari kondisi normal. Cuaca sangat berpengaruh dan sulit dikendalikan," ungkapnya.

Di tengah kondisi tersebut, Saronto tetap terjun langsung sebagai petani sekaligus penjual durian. Pengalamannya sebagai pedagang sayur dan petani sebelum menjabat kepala desa membuatnya memahami betul denyut ekonomi warganya.

"Saya petani juga. Jadi saya tahu betul bagaimana kondisi di lapangan. Daripada waktu luang tidak dimanfaatkan, saya ikut jualan durian," katanya.

Tidak ada komentar

Tanggapan Anda Tentang Berita Ini ?

Diberdayakan oleh Blogger.